Gangsa Sekaten Ditabuh Pada Waktu Larangan Tabuh, Pihak Kraton Bayar Denda

25/09/2023 308 view Jogja Kini Salah satu Gangsa Sekaten, Kiai Guntur Madu yang ditabuh atau dibunyikan pada Hajad Dalem Sekaten 2023/Jimawal 1957. (Panji Arkananta / Ceritajogja)

Yogyakarta - Dalam tradisi Keraton Yogyakarta, terdapat sebuah aturan bahwa pada Kamis petang sampai dengan selepas sholat Jumat. Namun pada pelaksanaan Hajad Dalem Sekaten 2023/Jimawal 1957, Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga tetap ditabuh atau dibunyikan walaupun prosesi Miyos Gangsa jatuh pada Kamis malam 21 September 2023. Ini menjadi tanda tanya bagi masyarakat yang mengetahui tentang larangan tersebut.

Melalui laman media sosialnya, Pihak Keraton Yogyakarta memberikan klarifikasi atas aktivitas menabuh Gamelan Sekaten pada Miyos Gangsa beberapa waktu yang lalu.

"Sejatinya, setiap hari Jumat, terdapat peraturan bahwa Gamelan Keraton tidak dapat dibunyikan (suwuk). Meski begitu, Miyos Gangsa yang berlangsung Kamis (21/09) malam atau telah masuk hari Jumat dalam hitungan Jawa, merupakan tepat seminggu sebelum perayaan Maulud Nabi yang sudah menjadi kebiasaan dimulainya agenda kegiatan." demikian informasi pada instagram@kratonjogja.

Pihak Keraton Yogyakarta kemudian memberikan penjelasan lebih lanjut tentang kebijakan menabuh perangkat gamelan sekaten pada Miyos Gangsa tahun ini. Pihak Keraton ternyata sudah menyetorkan sejumlah denda kepada Penghulu Keraton.

"Atas penerapan kebijakan ini, secara tradisional terdapat denda yang harus dibayarkan ke Penghulu Keraton. Besarnya berupa pasok dendo selawe tempe atau menyetorkan denda sebesar 25 tempe atau jika dikonversi saat ini nilainya setara Rp50.000." begitu bunyi kelanjutan informasi pada media sosial Keraton Jogja.

Kejadian Miyos Gangsa jatuh pada Kamis malam pernah terjadi pula pada tahun 2015. Kedua perangkat gamelan yaitu Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga tidak dibunyikan oleh para Abdi Dalem Niyogo Kawedanan Hageng Punokawan Kridhomardowo karena mengikuti aturan turun-temurun itu.

Dikutip dari laman jogjakota.go.id yang tayang pada tahun 2015, Sukirman, salah seorang penabuh gamelan pusaka tersebut menyatakan ketidakatahuannya saat ditanya mengapa gamelan tidak boleh ditabuh pada Kamis malam. Namun, berdasarkan sejarah dan cerita para penabuh sebelum dirinya, diketahui bahwa Malam Jumat atau Kamis malam dipakai untuk kegiatan pengajian atau pendalaman ilmu agama (Islam) dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ini menyebabkan gamelan tidak dibunyikan hingga selesai sholat Jumat.

Selain pantangan membunyikan gamelan pada malam Jumat dan hari Jumat siang sebelum lewat waktu shalat dhuhur, ternyata abdi dalem niyaga (penabuh gamelan) dalam menjalankan tugasnya juga mempunyai pantangan lain.

"Para abdi dalem niyaga (penabuh gamelan) semala menjalankan tugasnya memukul gamelan pusaka Kyai Sekati, dilarang untuk melakukan hal-hal tercela baik perkataan maupun perbuatannya. Selain itu para abdi dalem juga pantang melangkahi gamelan pusaka. Dilarang untuk menabuh atau memukul gamelan sebelum menyucikan diri dengan berpuasa dan mandi jamas," kata Ernawati Purwaningsih dari Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta dalam makalah "Upacara Tradisional Sekaten" yang ditulis pada tahun 2014. (Eny Wahyuningsih)